Monday, November 30, 2015

Cerita Sex : Sensasi Sex dengan Saudara


win77bet.com / bet77poker.com - Tempat Kuliah adalah tempat seseorang untuk menuntaskan apa yang diinginkannya. Dan juga mungkin tempat di mana kita akan mengenal sebuah dunia baru. Dunia ini begitu luas, sampai-sampai kita tak sadar bahwa dunia itu sedikit demi sedikit mempengaruhi kita.

Kita tak heran banyak orang-orang yang pergi kuliah pulang ke kampung halamannya sudah berubah drastis. Dari mereka yang sifatnya lugu menjadi sok gaul, dari mereka yang sifatnya jelek bisa jadi pulang menjadi orang yang alim banget. Inilah yang terjadi padaku, sebuah pengalaman yang entah aku harus menyebutnya apa.
Perkenalkan namaku Gun, sebut saja begitu. Seorang mahasiswa fakultas Tehnik di kampus X, salah satu PTS terkenal di kota Y. Ada perasaan kangen sebenarnya ama kampung halaman. Dan perasaan itu pun masih ada sampai sekarang, maklum karena kesibukanku, aku pulang hanya setahun sekali.
Cerita Hot lain Seks Pertama dengan Tante Diva
Selain mengikuti organisasi kampus dan banyak ekstrakulikuler, aku juga dihadapkan pada jadwal perkuliahan yang padat. Namun pada semester kelima ini, aku mau mengambil cuti untuk beberapa waktu. Kabar tak enak datang dari kampung halaman.
Baru saja keluargaku di kampung halaman mendapatkan musibah, sebuah kecelakaan. Ayah meninggal dan ibuku mengalami koma. Sedangkan adikku baik-baik saja. Mulai dari sinilah kehidupanku berubah.
Ayah yang satu-satunya orang yang membiayai kuliahku pergi. Sehingga dari sini, aku harus membanting tulang sendirian, untuk ibuku, adikku dan diriku sendiri. Akhirnya kuliah ini aku tunda dulu.
Aku mengajukan cuti satu semester. Waktu cuti itu aku manfaatkan untuk membanting tulang. Aku tak bisa mengandalkan dari warisan ayahku. Sebab kalau aku mengandalkannya, aku tak bisa membiayai semua keperluan kami.
Dan syukurlah aku diterima bekerja di sebuah perusahaan swasta, walaupun berbekal kemampuanku di bidang analisis data, aku mendapatkan gaji yang cukup. Ibuku adalah seorang wanita yang sangat cantik sebenarnya.
Usianya baru 38 tahun. Ia menikah muda dengan ayahku. Dan sampai sekarang ia tetap bisa menjaga kemolekan tubuhnya. Pernah sih waktu masih remaja aku beronani membayangkan ibuku sendiri. Tapi hal itupun tak berlangsung lama, hanya beberapa saat saja.
Dan adikku masih sekolah SMP, namanya Arin. Seorang gadis periang, cantik dan imut. Banyak cowok2 yang tergila-gila pada adikku itu. Dan paling tidak ada salah satu teman cowoknya yang pedekate ama dia, tapi yaaa…masih takut-takut.
Dua minggu setelah kecelakaan itu, ibuku sadar dari komanya. Mulanya ia tak ingat apa-apa, namun setelah tiga hari berada di rumah, ia pun ingat. Tapi karena kondisinya yang masih lemah, ia pun tak bisa berbuat banyak.
Aku dan Arin gantian menjaganya. Sebagai anak laki-laki satu-satunya beliau benar-benar menyayangiku. Katanya ia mengingatkanku pada ayah. Aku tahu ia sangat shock dengan kejadian yang baru saja menimpanya.
Aku dan Arin terus berusaha menghiburnya, sampai ia benar-benar sehat. Hari itu seperti hari-hari sebelumnya, tapi sedikit istimewa, karena teman-teman kuliahku mau mengunjungiku. Ketika pulang kerja, kami sempatkan sejenak untuk berkumpul.
Mereka semua ikut berbela sungkawa terhadap keadaanku sekarang. Tapi selain itu mereka mencoba menghiburku, ada-ada saja ulah mereka, yaitu memberiku kaset bokep, dan majalah2 hardcore. Kata mereka, “Ini buat menghibur loe sobat, biar nggak berduka terus”. Sialan.
Tapi nggak apa-apalah, soalnya juga sudah lama aku nggak nonton yang begituan. Namun ternyata inilah sumber dari kejadian selanjutnya. Aku pulang dan aku lihat adikku sedang belajar di kamarnya. Ibuku sudah bisa sedikit berjalan, walau masih berpegangan pada apapun yang ada di dekatnya.
“Kau sudah pulang Gun?”, tanyanya.
“Iya bu”, kataku.
“Kalau mau makan, di meja makan tadi adikmu beli sesuatu”, kata ibuku. “iya”, kataku singkat. Singkatnya aku mandi dan mengurung diri di kamar.
Aku pun mulai menonton bokep dan majalah-majalah hardcore. Mulanya sih agak aneh aja aku melakukan hal ini, tapi rupanya sedikit bisa menghiburku.
Jam menunjukkan pukul sebelas malam, aku tak sadar kalau sudah lama aku berada di dalam kamar mengocok sendiri punyaku dan menontoni tubuh para wanita itu. Aku keluar kamar dengan maksud hati untuk makan apa pun yang ada di meja makan.
Ketika keluar dari kamar, aku melewati kamar ibuku. Astaga, apa yang aku lihat itu? Ibuku yang memakai daster itu tampak tersingkap dasternya, sehingga aku bisa melihat CD-nya. Memang badannya masih mulus.
Aku mulai berpikiran jorok, ini pasti akibat barusan aku nonton bokep. Wajahnya masih cantik, dan aku bisa melihat wajahnya yang polos ketika tidur. Aku berdiri di pintu kamarnya, memang pintunya sengaja di buka agar sewaktu-waktu kalau ia memanggilku aku bisa dengar.
Entah setan mana yang menguasaiku, akupun mengocok punyaku sambil membayangkan beliau membelai punyaku.
Aku kocok pelan-pelan.
“Ohh….Mega..”, aku panggil nama ibuku berbisik. Aku terus mengocok, makin lama makin cepat, dan maniku muncrat…CROOT….CROTT…, banyak banget sampai mengotori lantai, buru-buru aku bersihkan dengan kain pel yang ada di sebelah pintu.
Entah kenapa aku mulai berpikiran seperti itu. Namun rencana jelekku nggak sampai di situ saja. Esoknya, aku libur, sebab hari ini adalah hari sabtu. Kantorku sabtu dan minggu libur. Arin sudah pergi ke sekolah. Aku bangun agak kesiangan.
Mungkin kelelahan karena peristiwa kemarin. Aku pun entah dari mana punya pikiran yang aneh-aneh lagi. Aku berniat memandikan ibuku, aku ingin melihat tubuhnya yang utuh.
Aku pun ke kamar ibuku, ia sudah bangun dan sedang bersiap mandi.
“Ibu, ibu mau mandi?”, tanyaku.
“Iya Gun”, katanya.
“Boleh Gun, mandiin ibu?”, tanyaku.
“Nggak usah Gun, ibu sudah bisa sendiri koq”, jawabnya.
“Nggak apa-apa bu, kondisi ibu masih belum pulih benar”, kataku merayu. Tak punya pikiran lainnya, ibuku pun menjawab,
“Baiklah”. Akupun mengantarnya ke kamar mandi. Inilah saatnya pikirku. Aku melihatnya melepas daster, BH dan CD-nya satu per satu.
Tampaklah dua buah toket yang masih mancung dan miss-v yang aku ingin lihat dari dulu. Aku hanya terbengong, dan tak terasa tongkolku sudah tengah. Darah mengalir cepat ke ubun-ubunku.
“Kenapa Gun?”, tanya ibu.
“Ah..nggak apa-apa “, jawabku.
“Bajunya dilepas dong Gun, nanti basah”, kata ibuku.
“Kamu belum mandi juga kan?”
“I…iya”,kataku.
Aku pun melepas pakaianku. Ibuku agak terkejut melihat punyaku yang tegang. Lalu dia duduk di pinggir bak mandi. Seakan mengerti, akupun mengambil gayung dan menyiramkan ke tubuhnya. Ia membasuh mukanya, ia ganti mengambil gayung dan menyiramkannya ke tubuhku.
Kami benar-benar saling menggayung. Tibalah saat menyabun. Aku mengambil sabun cair. Kusabuni punggungnya. Busanya melimpah, lalu dari belakang aku menyusuri pundak, hingga ke depan, aku agak takut menyentuh dadanya.
Takut kalau dia marah. Tapi ternyata tidak. Akupun sedikit membelai toketnya, dan agak meremas. Kami diam, dan hanya bahasa tubuh saja yang saling berucap. Ku basuh dari dadanya, hingga ke perut.
Ketika mau menuju miss-v, ibuku menahan. “Jangan pakai sabun ini, tidak baik untuk kewanitaan”, katanya.
“Bersihkan dulu tubuh ibu”. Aku pun menurut, aku guyang ia pakai air. Sabun yang ada di tubuhnya hilang, lalu ia mengambil pembersih khusus kewanitaan.
Lalu menyerahkannya kepadaku. Aku mengerti lalu mulai menyabun tempat itu pakai sabun tersebut. Mulanya aku hanya sekedar menggosok, tapi lama-lama aku sedikit menyentuh kelentitnya, ibuku memejamkan mata sejenak.
Sepertinya ia keenakan, aku teruskan, namun aku tak berani lama-lama. Ia agak tersentak ketika aku menyudahinya. Ia menghirup nafas agak dalam, sepertinya ia sedikit horni. Aku mengguyang air di daerah kewanitaannya.
Bersihlah sudah sekarang. Lalu giliranku. Aku disabun oleh ibuku. Mula-mula punggung, dadaku yang bidang, lalu perut, dan sampai di tongkolku yang tegang. Ia mengurut tongkolku sesaat, lalu menggosok buah pelirku, sepertinya ia tahu bagian-bagian itu. Enak sekali sentuhan ibuku.
“E…bu…boleh Gun minta sesuatu?”, tanyaku.
“Apa itu?” “Gun kan sudah dewasa, dan mengerti soal beginian. Kalau boleh aku ingin ibu mengocok punya Gun sebentar bu”, aku mengatakan hal yang aneh-aneh.
Yang memang tak perkikirkan sebelumnya. Ibuku terdiam. “Maaf bu, aku tak bermaksud demikian, hanya saja, aku sebagai laki-laki normal siapa saja, pasti akan merasakan hal seperti ini”, kataku.
“Iya, ibu faham, anak ibu sudah dewasa”, katanya.
Tangannya yang lembut itu pun akhirnya mengocok punyaku, membelainya. Oh…apa ini? Aku serasa melayang. Ia benar-benar mengocok tongkolku yang suPertama kali aku mengenal dirinya, aku kagum dengan budi pekerti dan kesopanan bicaranya.
Saat itu aku masih ingat, dia sudah duduk di bangku akhir SLTP dan usianya menginjak 15 tahun, namanya Vina, ya… Vina, cantik sekali namanya secantik orangnya. Waktu itu aku sudah bertunangan dengan kakak sepupunya yang sekarang telah menjadi istri tercintaku dan dikaruniai seorang putra yang lucu.
Tiga tahun kemudian adik sepupu istriku Vina datang ke rumahku dan memintaku untuk membantu mencarikan PTS di kotaku. Aku dan istriku jadi repot dibuatnya karena harus mengantarkan dia untuk daftar, test dan cari kost.
Selama membantu dia, aku mendapatkan pengalaman yang sangat menarik dan membuatku bertanya-tanya dalam hati. Selama aku membantunya mencarikan PTS di kotaku, dia sering mencuri pandang ke arahku dengan pandangan yang nakal, kemudian terseyum sambil memandang kejauhan.
Hampir tanpa ekspresi, aku pun terdiam sampai dia berlalu. Aku terkejut bukan karena cara pandangannya kepadaku, tapi dia sendiri itu yang membuat jantungku berdetak lebih cepat. Aku kemudian berandai-andai, jika waktu berpihak kepadaku, jika keberuntungan mendukung, jika kesempatan mau sedikit saja berbaik hati.
Mungkin juga aku yang terlalu berharap dibuatnya, sebenarnya batinku tidak setuju untuk menyebutnya begitu. Sesungguhnya kita sering diganggu oleh ketidakpastian yang menghantui kotak pikiran, namun setelah kenyataan dihadapan mataku, maka baru sadar.
Aku takut tidak dapat mengendalikan diriku lagi. Pada suatu hari dia datang ke rumahku, karena ada hari libur besoknya, dia mau menginap di rumahku. Hatiku jadi gelisah, aku ingin melakukan sesuatu, mengalirkan magma yang meledak-ledak dalam diriku.
Tapi batin dan nuraniku melarangnya, tidak sepantasnya itu terjadi padaku dan sepupuku.
“Kak, tolong aku dong!” Pandangannya menusuk, menembus dadaku hingga jantungku, serasa ingin meloncat. “Jika Kakak tak keberatan, Vina minta diajarin naik motor bebek”, matanya mengerling ke arahku serasa terseyum manis.
Belum pernah aku menerima tawaran seperti ini dari wanita. Kau telah menyentuh sisi paling rawan dalam hatiku. Aku mengangguk sambil tetap mencengkram wajahnya dengan tatapanku, sayang untuk dilepaskan.
Wajahnya lembut, tenang dan dewasa, kalau saja tubuhnya setinggi minimal 175 cm, pastilah sudah menjadi bintang film sejak lama. Rambutnya sebahu, kulitnya kuning langsat, Pokoknya mantap!
“Mengapa memilih Kakak? Mengapa tidak kepada pacarmu atau temanmu yang lain?” tanyaku.
“Saya telah memilih Kakak”, katanya manja.
Aku mulai menggodanya, “Memilih Kakak?” Dia mengagguk lugu, tetapi semakin mempesona.
“Kalau begitu, jangan protes apa-apa, kamu Kakak terima menjadi murid, sederhana bukan?” kataku.
“Kakak akan menyesal jika melewatkan kesempatan ini, sebab Kakak ingin tercatat dalam hati sanubari Vina yang paling dalam sebagai orang paling berjasa menumbuhkan dan menyemaikan bakat naik motor kepada Vina gadis yang manis, kandidat peraih Putri Indonesia.”Tawanya meledak, matanya menyepit, bibirnya memerah.
Pipinya juga, duhh…!
“Kapan Kak belajarnya?” tanya dia.
“Sekarang”, jawabku. Kemudian kami pamit kepada istriku, dan aku mengeluarkan motor bebek, kuhidupkan mesinnya.
Aku duduk di depan dan dia di belakangku, aku mencari daerah yang sepi lalu lintasnya. Setelah sampai di daerah yang lalu lintasnya kurasa sepi, aku menghentikan dan turun dari motor. Kemudian aku memberikan beberapa petunjuk yang diperlukan dan mempersilakan dia untuk duduk di depan dan aku di belakangnya.
Beberapa menit kemudian motor mulai jalan pelan dan bergoyang-goyang hingga mau jatuh. Terpaksa aku membantu memegang stang motor, aku tidak sempat memperhatikan lekuk tubuhnya.
Badannya sangat indah jauh lebih indah dari yang aku bayangkan. Lehernya yang putih, pundaknya, buah dadanya… akh..! Setelah aku membantu memegang stang, motor dapat berjalan dengan stabil, aku mulai dapat membagi konsentrasi.
Aku merasakan kehangatan tangannya, telapak tanganku menumpuk pada telapak tangannya. Kuusap tangannya, dia nggak bereaksi, mungkin karena lagi konsentrasi dengan jalan. Kemudian aku merapatkan dudukku ke depan sehingga kemaluanku merapat pada punggung bagian bawah. Hidungku kudekatkan ke belakang telinganya, tercium bau wangi pada rambutnya.
Aku mulai terangsang, kemaluanku mulai tegak di balik celana dalam yang kupakai. Karena dia sudah mulai dapat menguasai motor, sementara aku masih dapat mengontrol diriku dengan baik, kutawarkan untuk latihan sendiri dan aku menunggu di warung saja.
Tapi dia nggak mau, dia ingin aku tetap duduk di belakangnya. Aku jadi khawatir sendiri, kalau begini terus akan berbahaya, imanku kuat tapi barangku nggak mau diajak kompromi. Akhirnya timbul dalam pikiranku untuk sekedar berbuat iseng saja.
Kemudian aku pura-pura menjelaskan soal lalu lintas, aku merapatkan badanku sampai kemaluanku menempel di bawah punggungnya. Vina pasti juga dapat merasakan kemaluanku yang tegak. Tapi dia cuma diam saja, kubisikan di telinganya,
“Vina, kamu cantik sekali!” kataku dengan suara bergetar, tetapi dia tetap tidak bereaksi, kemudian aku meletakkan kedua tanganku di kedua pahanya.
Rupanya dia tetap tidak bereaksi, aku jadi semakin berani mengusap-usap pahanya yang terbuka, karena dia memakai celana pendek.
“Akh… Kakak nakal!” katanya manja, “Entar dimarahi Kak Lina lho, kalau ketahuan!”
“Kalau Vina nggak cerita, ya… nggak ada yang tahu! Emang Vina mau cerita sama Kak Lina?” tanyaku.
“Ya… nggak sih”, katanya.
“Kalau gitu kamu baik dech”, kataku. Karena mendapat lampu hijau aku semakin berani, kukatakan bahwa payudaranya sangat bagus bentuknya, lebih bagus dari punya kakaknya, Lina. Dia tampak senang.
“Kakak ingin sekali menyentuhnya, boleh nggak?” kataku meluncur dengan begitu saja. “Akh… Kakak nakal”, katanya manja.
Aku semakin nekat saja, sebab dari jawabannya aku yakin dia nggak keberatan. Kemudian tanganku pelan-pelan mulai menyentuhnya dan kemudian memegang penuh dengan telapak tanganku.
Wah, rasanya keras sekali, kucoba meremasnya dan dia sedikit terkejut. Aku tidak dapat memegang lama-lama sebab harus membagi konsentrasi dengan jalan.
Yang jelas kemaluanku semakin berdenyut-denyut. Aku tersentak waktu dia mengerem motor dengan mendadak untuk menghindari lubang. Tubuhku menekan tubuhnya hingga membuat kesadaranku pulih, akhirnya aku memutuskan untuk mengajaknya pulang. Aku sempat melihat kekecewaan di matanya.
Tapi mau bagaimana lagi itu jalan terbaik, agar aku tidak sampai terjebak pada posisi yang sulit nantinya. Besok paginya, waktu aku mau berangkat bekerja, istriku memintaku untuk mengantarkan Vina dulu ke tempat kostnya.
Tentu saja aku bersedia, malah jantungku menjadi berdebar-debar. Nggak lama kemudian Vina mendekati kami.
“Kak, antarin Vina dulu dong? Vina ada kuliah pagi nich! Teman Vina nggak jadi menjemput”, katanya.
“Ayo!” ajakku sambil masuk ke dalam mobil.
“Vina mau mandi dulu ya Kak!” katanya.
“Nggak usah”, kataku, “Nanti keburu macet di jalan, mandinya nanti aja di kost.”
Di dalam hatiku aku sudah berjanji bahwa aku harus dapat mengendalikan diri. Sehingga selama dalam perjalanan aku banyak diam.
Akhirnya dia mulai membuka pembicaraan, “Kak, kok diam aja sih? Marah ya? Anterin Vina pulang!” kata Vina.
“Kakak cuma lagi kurang nikmat badan saja”, jawabku sekenanya. Setelah sampai di depan rumah kostnya, dia minta aku untuk ikut masuk, mengambil mainan yang telah dibelikannya untuk anakku. Mulanya aku menolaknya, tapi karena dia mau buru-buru berangkat kuliah dan juga belum mandi, sedangkan kamarnya di lantai 3.
Aku jadi kasihan kalau dia harus naik turun tangga hanya untuk mengambilkan mainan saja. Akhirnya aku mengikutinya dari belakang, aku sempat heran dan tanya kepada dia, “Kok sepi sekali?”
Ternyata kata Vina semua sudah pada berangkat kuliah. Kemudian aku disuruh menunggu di kamarnya, sementara dia mandi. Setelah selesai mandi dia masuk ke kamar, wajahnya kelihatan segar.
“Lho kok nggak ganti pakaian?” tanyaku.
“Iya, tadi temanku kasih tahu kalau dosennya nggak masuk, jadi Vina nggak perlu buru-buru lagi.” katanya. Sementara aku duduk di tempat tidurnya, dia mengambilkan mainan yang akan diberikan pada anakku.
“Ini Kak”, katanya sambil duduk di sampingku. “Wah bagus sekali. Terima kasih ya!” kataku. Sewaktu aku mau berpamitan keluar, pandangan mataku beradu dengannya, hati ini kembali berdebar-debar, pandangan matanya benar-benar meluluh-lantakan hatiku dan menghancurkan imanku.
Aku tidak jadi berdiri, kupegang tangannya. Kuusap dengan penuh perasaan, dia diam saja, kemudian kupegang pundaknya, kubelai rambutnya, “Vina kamu cantik sekali”, kataku dengan suara bergetar, tapi Vina diam saja dengan muka semakin menunduk.
Kemudian aku meletakkan tanganku di pundaknya. Dan karena dia diam saja, aku jadi semakin berani, kucium di bagian belakang telinganya dengan lembut, rupanya dia mulai terangsang. Dengan pelan-pelan badan Vina aku bimbing, kuangkat agar berada dalam pangkuanku.
Sementara kemaluanku semakin menegang, usapan tanganku semakin turun ke arah payudaranya. Aku merasa nafas Vina sudah memburu seperti nafasku juga. Aku semakin nekat, tanganku kumasukan ke dalam kaosnya dari bawah.
Pelan-pelan merayap naik ke atas mendekati panyudaranya, dan ketika tanganku sudah sampai ke pinggiran payudaranya yang masih tertutup dengan BH-nya, kuusap bagian bawahnya dengan penuh perasaan, dia menggelinjang dan menoleh ke arahku dengan mulut sedikit terbuka.
Aku jadi tidak tahan lagi, kutundukan muka kemudian mendekatkan bibirku ke bibirnya. Ketika bibir kita bersentuhan, aku merasakan sangat hangat, kenyal dan basah. Aku pun melumat bibirnya dengan perasaan sayang dan Vina membalas ciumanku, pelan-pelan lidahku mulai menjulur menjelajahi ke dalam mulutnya dan mengkait-kaitkan lidahnya, membuat nafas Vina semakin memburu.
Tanganku pun tidak tinggal diam, kusingkapkan BH-nya ke atas, sehingga aku dapat dengan leluasa memegang payudaranya. Aku belum melihat tapi aku sudah dapat membayangkan bentuknya, ukurannya tidak terlalu besar dan terlalu kecil, sehingga kalau dipegang rasanya pas dengan telapak tanganku.
Payudaranya bulat dengan punting yang tegak bergetar seperti menantangku. Kuusap dan kuremas, Vina mulai merintih. Kemudian Vina kurebahkan di kasur, kulepas kaosnya dan BH-nya sehingga tampak pemandangan yang sangat menakjubkan.
Dua buah gundukan yang berdiri tegak menantang, kupandangi badannya yang setengah telanjang. Kemudian mulutku pelan-pelan kudekatkan ke buah dadanya, dan ketika mulutku menyentuh buah dadanya, Vina merintih lebih keras.
Nafsuku semakin naik, kuciumi susunya dengan tidak sabar. Putingnya kukulum dengan lidahku, kuputar-putar di sekitar putingnya dan susunya yang sebelah kuremas dengan tanganku. “Aduuhh… ahh… ah”, Vina semakin mengerang-erang dan dengan gemas putingnya kugigit-gigit sedikit.
Badannya menggelinjang membuatku semakin bernafsu untuk terus mencumbunya. Sekarang tanganku mulai beroperasi di daerah bawah, kubuka celana pendeknya hingga sekarang hanya mengenakan celana dalam saja, rupanya celana dalamnya sudah basah.
Akhirnya kulepas sekalian, sehingga tampak vaginanya yang masih kencang dan ditumbuhi rambut yang tidak banyak, membuat kemaluanku semakin tegang. Kubersihkan vaginanya dengan bekas celana dalamnya.
Kemudian kupandangi dan kuusap-usap dengan penuh perasaan, Vina tampak sangat menikmati sekali, dan saat jariku menyentuh klitorisnya, Vina menggelinjang dengan keras. Sementara klitorisnya masih kuusap-usap dengan jariku, Vina semakin menggeliat-liat.
Pada saat itu aku ingin sekali mencium vaginanya, karena sudah terangsang sekali. Saat aku mau menunduk untuk mencium, kuangkat tanganku tapi pada saat itu dia langsung merapatkan kedua pahanya dan badannya tegang sekali dan tersentak-sentak selama beberapa saat.
“aahhkk… ooohh… Kak, aahh!” Akhirnya Vina diam beberapa saat, kudiamkan saja, sebab dia baru saja merasakan orgasme. Tubuhnya terkulai lemas, aku jadi kasihan sehingga senjataku juga ikut-ikutan turun.
Dengan penuh rasa kasih sayang aku menghampirinya, duduk di pembaringan sejajar dengan buah dadanya dan menghadap ke arah wajahnya. Tubuhnya kututupi dengan selimut. Kubelai rambutnya dan kucium keningnya, rupanya dia terharu dengan perilakuku.
Baru saja aku mau berdiri, tanganku diraihnya, kemudian aku duduk lagi, tahu-tahu tangannya sudah ada di atas pahaku.
“Kak, baru kali ini Vina merasakan sensasi yang sangat luar biasa nikmatnya, sebab yang namanya disentuh oleh laki-laki Vina belum pernah, apalagi pacaran.
Jadi Kakak adalah orang yang pertama yang menyentuh Vina, tapi Vina senang kok Kak. Tadi Vina merasakan nikmatnya sampai tiga kali Kak, Vina sangat puas kak!”
Dalam hatiku bertanya mengapa bisa sampai 3 kali, padahal aku kira cuma sekali. Pantas dia langsung KO.
Mungkin karena dia tidak pernah dijamah laki-laki, jadi tubuhnya sangat sensitif sekali.
“Kok diam saja, Kak? Apa Kakak juga udah puas?” tanyanya.
“Vina nggak usah pikirin Kakak, yang penting kamu sudah dapat merasakan nikmatnya orang bercumbu yang seharusnya belum boleh kamu rasakan.
Sekarang Kakak mau berangkat bekerja dulu, oke!” kataku.
“Kak gimana caranya biar Kakak juga bisa merasakan nikmat”, katanya dengan lugu. Tangannya yang masih ada di atas pahaku tahu-tahu sudah melepas sabukku dan membuka celanaku.
“Biar Vina juga mau pegang punya Kakak seperti tadi Kakak pegang punya Vina, tadi waktu Kakak pegang memek Vina dan mengusap-usap, Vina mendapat kenikmatan luar biasa, berarti kalau punya Kakak Vina pegang dan diusap-usap pasti Kakak juga merasa nikmat”, katanya sok tahu.
Sekarang celana dalamku sudah kelihatan dan Vina mulai memegang dan meremasnya dari luar. Kemaluanku jadi tegak dan menyembul keluar dari celana dalamku. Dia terkejut dan takjub, “Wuah besar sekali.”
Kalau sudah begini aku jadi lupa lagi dengan diriku, aku menurunkan celana dalamku agar dia dapat leluasa memainkannya. Kemaluanku yang sudah sangat tegak digenggamnya dengan telapak tangannya dan diremasnya.
“Akh.. Vina, enaakk”, dia tambah bersemangat. Jari-jarinya mengusap-usap kepala kemaluanku. “Vina, teruskan sayang…” kataku dengan ketegangan yang semakin menjadi-jadi.
Aku merasa kemaluanku sudah keras sekali. Vina meremas dan mengurut kemaluanku semakin cepat. “Vina!” seruku, “Kakak akan terasa lebih nikmat kalau Vina mau menciumnya!”
Kemudian kupindahkan kepalanya di pahaku dan susunya menempel dipunggungku, aku ajari dia, mulanya kusuruh cium batang kemaluanku kemudian kusuruh jilati dengan lidahnya. Aku merasakan sesuatu yang lain yang tidak kualami jika dengan istriku, mungkin karena Vina masih gadis, lugu dan tubuhnya belum pernah dijamah sedikitpun oleh laki-laki.
Rupanya Vina juga menikmati dan mulai terangsang. Karena posisi kami kurang bebas, aku membimbing Vina bangun dari pembaring dan duduk di lantai sementara aku tetap duduk di pembaring, sehingga mukanya tepat di depan selangkanganku.
Kini dengan leluasa dia dapat melihat kemaluanku yang semakin keras. Kemaluanku terus dipandangi tanpa berkedip, dan rupanya makin membuat nafsunya memuncak. Mulutnya perlahan mulai didekatkan ke arah kemaluanku dan bibirnya mengecup kepala kemaluanku, tangannya memegang pangkal kemaluanku.
Mulutnya mulai ditempelkan pada kepala kemaluanku dan lidahnya kusuruh menjilati ujungnya. Dan aku mulai menyuruhnya untuk dikulum di dalam mulutnya, mulutnya mulai dibuka agak lebar dan kemaluanku bagian ujungnya mulai dikulum, aku semakin keenakan,
“Vina.. eunnak! terus sayang, masukan terus lebih dalam lagi, nah… begitu sayang.” Rambutnya kuusap-usap dan kepalanya pelan-pelan kutarik kemudian kudorong lagi ke arah kemaluanku. Rupanya dia tahu maksudku, kemudian dia maju mundurkan kemaluanku di dalam mulutnya.
Aku merasa sudah nggak tahan, apalagi sewaktu Vina melakukannya semakin cepat. Ketika aku merasa spermaku mau keluar, pelan-pelan kutahan gerakan kepalanya, maksudku mau menarik kemaluanku keluar dari mulutnya.
Tetapi dia malah melawan gerakanku, dengan memegang pangkal kemaluanku lebih kuat dan mempercepat gerakannya. Akhirnya aku tidak dapat menahan lebih lama lagi, “aahh, aahh, aahh…!” Spermaku keluar di dalam mulutnya dengan rasa nikmat luar biasa dan badanku sampai tersentak-sentak.
Kemudian kemaluanku kutarik dari mulutnya. Aku melihat di mulutnya belepotan dengan spermaku, kuangkat dia dan kududukan di pahaku, tanganku yang sebelah kiri menopang kepalanya, sedangkan tanganku yang kanan membersihkan mulutnya.
“Kamu pintar sekali, Kakak mendapatkan kenikmatan yang luar biasa”, kataku berbisik.
“Vina.. juga Kak, sekarang Vina merasakan tulang-tulang Vina seperti lepas!” Kemudian kuangkat tubuhnya yang masih telanjang, kurebahkan di pembaring. Aku sendiri merapikan pakaian dan langsung pamit pulang.
Setelah kejadian tersebut aku sangat merasa menyesal, tapi lagi-lagi sudah terlambat, tapi hatiku mengatakan tidak ada yang terlambat, lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali. Aku kembali berjanji dalam hatiku cukup sampai di sini.dah tegang.
Peristiwa itu sangat erotis sekali. CLUK….CLUK…CLUK…bunyi tongkolku yang dikocok berpadu dengan air sabun.
Busanya sangat banyak, aku ingin sekali meremas toket ibuku.
“Bu, boleh Gun meremas dada ibu?”, tanyaku.
“Gun sangat terangsang sekali”.
“Maafkan ibu nak, seharusnya tidak begini. Gun tak boleh macam-macam sama ibu, ibu sakit Gun”, kata ibu.
“Kalau ibu tidak mengijinkan juga tidak apa-apa, tapi Gun tidak tahan lagi”, kataku. Aku pun mencengkram pundak ibuku, pertanda mau orgasme.
Ibuku tahu hal itu, dan ia mengocok tongkolku dengan cepat, CROOT…..CROOT…..CROT….sperma muncrat ke wajahnya, dadanya, dan perutnya. Banyak sekali. Sebagian membeler di jemarinya.
“Sudah Gun?”, tanya ibu. “I…iya…”, kataku lemas. Ibuku lalu membersihkan spermaku yang ada di tubuhnya dengan membasuhnya dengan air.
“Jangan bilang ini sama Arin ya”, katanya. “Atau orang lain.” Kami segera keluar dari kamar mandi. Entah apa yang aku lakukan barusan.
Tapi aku sangat menikmatinya. Ibuku dan aku hanya memakai handuk saja. Aku membawanya sampai ke kamar.
Di kamar aku masih horny, dengan posisi ibuku yang sekarang hanya pakai handuk saja, membuatku makin terangsang. Aku tak kuasa menahan godaan ini. Setelah ibuku aku dudukkan. Aku duduk di sebelahnya.
“Bu, maaf kalau tadi Gun lancang di kamar mandi”, kataku.
“Tak apa-apa Gun, laki-laki normal pun pasti demikian, bahkan bisa lebih”, kata ibuku.
“Bu, apakah boleh Gun lihat lagi dada ibu?”, tanyaku.
“Buat apa Gun?”, tanyanya.
“Ibu masih sakit Gun”.
“Sebentar saja bu, boleh ya?”, tanyaku.
“Baiklah”, katanya. Ia membuka handuknya, tampaklah dua buah bukit kembar yang aku inginkan. Aku memegang putingnya, entah kenapa tiba-tiba aku menyusu di sana.
“Oh…Gun…jangan Gun….ahkk”, ibuku tampak tak melawan walaupun aku menghisap susunya. Mengunyah putingnya, menggigit dan meremas keduanya. Tak terasa, ia sudah berbaring tanpa sehelai benang pun.
Aku pun menciumi perutnya, hingga ke miss-v-nya. Miss-v-nya yang keset membuatku makin bergairah. Ibuku terus meronta jangan dan jangan. Aku tak peduli, nafsu sudah di ubun-ubun. Ibuku tampak terangsang dengan perlakukanku itu.
Ia pun secara tak sengaja membuka pahanya, tongkolku sudah siap, dan aku sudah ada di atas ibuku. Kedua bibir kemaluan bertemu. Ibuku tampak meneteskan air mata.
“Maaf, bu, tapi Gun tak kuasa menahan ini”, kataku lagi.
Penisku kugesek-gesekkan di bibir miss-v-nya. Agak geli dan enak. Ini adalah aku melepaskan keperjakaanku kepada ibuku sendiri. Aku senggol-senggol klitorisnya, ibuku memejamkan mata, ia menggelinjang, setiap kali kepala penisku menyentuhnya.
Lalu akupun memasukkannya. Miss-v-nya sudah basah sekali. Tak perlu tenaga banyak untuk bisa masuk. SLEEB!! Sensasinya luar biasa.
Aku tak peduli ia ibuku atau bukan sekarang. Aku sudah menggenjotnya naik turun. Pinggulku aku gerakkan maju mundur dengan ritme sedang. Kurasakan sensai miss-v ibuku yang masih seret menjepit tongkolku yang panjang dan besar itu.
Aku usahakan ibuku juga merasakan sensasi ini. Aku angkat bokongnya, aku remas. Kakinya mulai kejang dan menjepit pinggangku.
“Ohh….Ahh…terus Gun…cepat selesaikan, cepat Gun….”, kata ibuku. Ia mencengkram sprei tempat tidur. Ia menggigit bibirnya. Wajahnya yang cantik dan bibirnya yang seksi membuatku terangsang.
Dadanya naik turun, oh…seksi sekali. “Mega, tubuhmu nikmat Mega…ahh….aku ingin ngent*t terus denganmu, aku ingin keluar Mega…OOHH…Ahhhh”, aku percepat goyanganku. Ibuku pun sepertinya mau keluar, ia bangkit dengan bertumpu kepada kedua tangannya, pertanda orgasme.
Aku juga keluar. Spermaku muncrat di dalam rahimnya, aku tekan kuat-kuat. Akhirnya fantasiku untuk ngent*t dengan ibuku sendiri kesampaian. Aku benamkan dalam-dalam penisku, sampai spermaku benar-benar tak keluar lagi. Ibuku lemas.
Ia masih beralaskan handuk bekas mandi. Aku perlahan mencabut penisku. PLOP..!! suaranya ketika aku cabut.
“Maafkan aku bu, tapi enak sekali”, kataku. Aku berbaring di samping ibuku. Ibuku memukulkan tangannya ke dadaku.
“Kamu bajingan!!” Ibuku lalu menangis. Ia membelakangiku, sambil memeluk dirinya sendiri. Butuh waktu lama untuk dirinya bisa diam. Sampai kurang lebih 30 menit kemudian, nafsuku bangkit lagi, karena masih melihatnya telanjang.
Aku mempersiapkan penisku yang tegang lagi. Kali ini bukan fantasi, inilah yang aku rasakan. Aku mendekatkan penisku ke pantatnya, aku sentuh pinggulnya, lalu aku masukkan penisku ke vaginanya.
Nggak perlu susah-susah dan Bless….”Aah…Gun, kamu mau apa lagi? Tidak cukupkah kamu menyiksa ibu?”
“Gun, tak tahan nih bu, Gun jugakan masih perjaka”, kataku.
Posisiku kini dari samping. Dan aku keluar masukkan penisku. Pantatnya dan perutku beradu. Sensasinya luar biasa. Pantatnya benar-benar seksi, semok dan menggiurkan. Aku tak butuh waktu lama untuk bisa ejakulasi lagi di dalam rahimnya.
Dan ketika puncak itu aku memeluk ibuku. Sensasinya aneh memang, tapi nikmat sekali. Setelah itu aku benar-benar memohon maaf.
“Maafkan Gun bu, maafkan Gun”, kataku. Lalu ibuku menyuruhku untuk keluar kamar. Aku pun keluar. Aku kembali ke kamarku dan memikirkan apa yang terjadi barusan. Aku sudah menjadi anak durhaka.
Arin pulang. Ibuku bertingkah seperti biasa. Seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Tapi tatapan kami mempunyai arti. Antara malu, takut dan senang aku bingung. Esoknya, hari minggu. Ibuku tampak agak senang.
Kesehatannya sedikit pulih. Ia bisa berjalan normal. Ia seolah melupakan kejadian kemarin. Apakah mungkin gara-gara apa yang aku lakukan kemarin? Bisa jadi. Tak perlu waktu lama memang untuk bisa mencerahkan wajahnya lagi.
Ia sudah senang dengan perkembangan kesehatannya. Malamnya, ibuku ingin tidur di kamarku. Entah kenapa ia ingin begitu. Dan aku pun mengiyakannya. Pukul 12 malam. Ketika Arin sudah tidur.
Dan aku berada di samping ibuku. Kami seranjang. Aku tahu bisa saja saat itu aku sudah bercinta dengannya, tapi ada sesuatu yang membuat kami tidak melakukannya.
“Sepertinya kesehatan ibu mulai pulih akibat itu Gun”, katanya.
“Tapi inikan baru satu hari bu, dan Gun sangat menyesal melakukannya kemarin”, kataku. Ibu bangkit, lalu ia menurunkan celana pendekku.
Tanpa babibu, ia sudah mengulum penisku. Aku kaget mendapatkan sensasi itu. Tidak ada wajah jaim, tidak ada rasa penyesalan seperti kemarin. Ia sudah mengulum penisku, seorang Blow Jober pro. Ia mengocok, mengulum, menjilat.
Dengan ganas ia lumat tongkolku dengan mulutnya yang seksi itu. Ia juga gesek-gesekkan ujung penisku ke putingnya, lalu ia jepit dengan dadanya. Akupun tak menyia-nyiakan ini, aku segera melepas bajuku, lalu bajunya.
Kami sudah telanjang, dan ia masih mengoralku. Aku berbaring dengan menikmati sensasi yang sedikit aneh, tapi nikmat. Oh tidak, rasanya aku mau keluar….sedotannya benar-benar mantap.
Aku tak kuasa lagi dan…aahh..benar…CROT…CROT…CROT…spermaku tak sebanyak kemarin pagi. Tapi cukup untuk memenuhi isi mulutnya. Ia menyedot spermaku sampai habis. “Nih lihat”, kata ibuku sambil membuka sedikit mulutnya.
Aku bisa lihat lidahnya yang terbungkus cairan putih spermaku.
“Ibu hebat”, kataku. “Ibu masih belum puas”, katanya. Ia lalu menelan spermaku bulat-bulat.
”Ah..” Aku bangkit dan langsung nenen. Aku menenen kepadanya seperti bayi, kali ini kami All Out. Tidak seperti kemarin. Kami saling mendesat, saling menggigit. Ibuku ada di atas, dan aku berbaring. Penisku sudah tegang lagi dan mengacung ke atas.
Ia berjongkok dan menuntun penisku masuk miss-v-nya dengan tangannya. Ia pun naik turun sambil tangannya bertumpu pada pahaku. Makin lama ia makin cepat gerakannya. Aku juga tak kuasa, bahkan aku bisa-bisa jebol duluan.
Ia tahu kalau aku mau jebol, Ia hentikan gerakannya, ia ganti dengan meremas-remas telurku. Oh…ini baru, tehnik baru. Ketika ia meremas telurku, tampak nafsuku yang sudah dipuncak tiba-tiba hilang.
Lalu setelah beberapa saat kemudian, ia bergoyang lagi naik turun. Ia terus mengulangi hal itu kalau aku mau ke puncak, rasanya spermaku berkumpul di ujung penisku. Seolah-olah pijatan itu membuatku seperti menahan bom.
Dan benar, ketika ibuku mau orgasme, ia lebih cepat bergerak. Ia naik turunkan lebih cepat dari sebelumnya, ia tak lagi bertumpu di pahaku, tapi di dadaku. Dan ia mengigau, “Oh…Gun…Oh…anak mama yang nakal….tongkolmu gedhe Gun.
Nikmat banget. Ibumu ini jadi budakmu Gun…Ahh…Sampai…sampai…ibu mau sampai, kamu juga ya sayang, basahi rahim ibumu, hamili ibumu ini”. Aku pun keluar dan langsung bangkit memeluk ibuku. Kami orgasme bersama-sama.
Vaginanya sangat basah, begitu juga punyaku. Sperma itu masuk ke rahimnya lagi. Banyak sekali, dan benar, spermaku tadi yang tertahan terkumpul di ujung dan melepas dengan semprotan yang luar biasa.
Kami berpandangan sesaat, aku mencium bibirnya. Kami berciuman, aku masih memangkunya, dan tak perlu waktu lama. Kami ambruk dan saling berpelukan. Kami tertidur.
Hubunganku dan ibuku sendiri sekarang sudah seperti suami istri. Aku tak tahu bagaimana kami menyebutnya. Setiap malam aku selalu melakukannya, bahkan tidak tiap malam. Hampir setiap hari, dan kesehatan ibuku makin membaik dari hari ke hari.
Dokter pun terheran-heran dengan hal ini. Dan setiap hari kami melakukan gaya yang berbeda-beda. Dan lambat laun hal ini pun tercium oleh Arin. Suatu saat ketika ibu tidur lebih awal, sehabis main denganku. Aku nonton tv.
Di ruang tengah tampak Arin juga ada di sana. Aku duduk berdekatan.
“Aku tahu kakak gituan sama ibu”, kata Arin. Aku kaget tentu saja.
“Gituan gimana?”, tanyaku jaim
“Alaah, nggak usah sok alim deh kak. Kakak ngent*t ama ibu kan?”, tanyanya.
“Kalau iya kenapa?”, tanyaku menantang.
“Asal ibu bahagia saja, Arin senang. Walau pun agak aneh rasanya kakak yang melakukan itu ama ibu”, katanya.
“Kamu kepengen ya?”,
“Nggak ah” “Alah, kalau kau mau bilang aja, nggak usah malu-malu, atau kamu sudah pernah gituan ya?”
“Belum pernah, dan jangan ngejek ya!?”
“Kakak nggak percaya, kamu pasti udah nggak perawan”, kataku.
“Kakak jahat!”, katanya sambil memukul bahuku.
“Aduh, koq mukul”, kataku. “Habisnya kakak jahat!”, katanya.
“Kau harus tahu, aku melakukan ini juga untuk kesembuhan ibu, semakin kakak melakukannya ibu semakin membaikkan?” Arin diam sejenak,
“Iya juga sih, ibu makin membaik”.
“Mau tau rahasia?”, tanyaku.
“Apa ?”, tanyanya.
“Sebenarnya sudah sejak dari dulu kakak ingin begini sama ibu”, kataku.
“Busett…kakak ternyata…”, Arin menggeleng-geleng.
“Yee…ini juga karena memang ibu wanita yang cantik”, kataku. “Apalagi kakak juga sudah dewasa kan?”
Entah bagaimana aku juga ingin begitu dengan adikku. Melihat dia hanya pakai celana pendek, bahkan aku bisa melihat putingnya yang menonjol.
Kebiasaan dia kalau di rumah tak pakai BH. Alasannya gerah. Jadi hal ini pun membuatku makin terangsang. Guna memancingnya aku keluarkan penisku. Dan mengurutnya. “Kakak ngapain? Jorok ih”, katanya.
“Yeee…suka-suka dong”, kataku. Aku mengocok perlahan sambil menatap adikku itu.
“Kamu boleh koq sentuh” “Nggak ah..”, katanya.
“SENTUH!!”, aku sedikit membentak. Adikku entah bagaimana ia tiba-tiba spontan menyentuh penisku.
“Nah, gitu…”, kataku. Sensasinya mulai aku rasakan.
“Sekarang kocok dong!!”
“Udah ya kak, jangan deh”, katanya.
“Kocok!”, kataku. Ia menurut. Mungkin perbedaan sikapku yang tadi membuat ia sedikit kaget. Aku tahu jantungnya berdegup kencang.
Ia mengocoknya terus, tak beraturan. Tapi itu saja sudah membuatku nikmat. Aku lalu merangkulnya dan menciumnya, sembari ia masih mengocok. Ia kaget dan mencoba melepaskan diri, tapi aku lebih kuasa.
Adikku yang SMP itu kini first kis denganku. Lidahku menari-nari di dalam mulutnya, ia tampak kewalahan, bahkan aku sigap kaosnya dan kuremas dadanya yang montok itu. Lalu aku menyusu kepada adikku itu, aku lucuti pakaiannya, ia meronta,
“Kak…jangan…” Terlambat sudah, aku sudah menduduki perutnya, ia tak bisa ke mana-mana. Aku lucuti pakaianku, kini kami telanjang.
Aku julurkan penisku ke mulutnya. “Ayo isep!”, kataku. “Nggak ah kak, koq jadi gini sih”, katanya. “Isep!”, kataku. Ia hanya nurut. Ia buka mulutnya dan aku jambak rambutnya. Kugerakkan kepalanya maju mundur. Nikmat sekali.
Tak perlu lama-lama, aku sudahi permainan itu karena aku mengincar vaginanya. Segera, aku berbalik di posisi 69. Aku menjilati miss-vnya. Vagina perawan memang beda. Aku rasanya cairan itu membasahi mulutku.
Lidahku terus menari-nari di dalamnya. Sementara adikku mengulum penisku dengan suara…”Hmmmhh…hmmmh…hmmmh…” Cairan kewanitaan itu makin banyak. Dan vagina itu basah sekali.
Aku sudah benar-benar puas. Lalu aku berbalik. Dan aku siap untuk menusukkan penisku yang besar dan panjang ini ke vagina Arin yang sempit. Mulanya kepalanya yang masuk, sulit sekali. Lalu aku dorong perlahan, aku tarik lagi, aku dorong lagi, vaginanya berkedut-kedut meremas-remas punyaku.
Punyaku serasa ingin dia hisap. “Kaakk….sakit kaak…jangan perkosa Arin”, katanya meminta. “Nanti juga enak koq Rin”, kataku.
Dan aku pun mulai mendorongnya sekuat tenaga. Arin memiawik tertahan. Nafasnya memburu. Vaginanya berdenyut-denyut, ia menerima ransangan penisku, aku mulai bergoyang teratur. Sembari aku menindihnya aku menciumi bibirnya.
Kakak adik ini sekarang sudah bersatu. Tak kusangka penisku bisa masuk penuh memenuhi rongga vagina adikku sendiri. Kini aku tak kuasa ingin keluar. Padahal juga baru sepuluh menit bergoyang. Dan aku pun tak bisa menyia-nyiakan ini, aku memang ingin keluar.
“Rin, kakak mau menghamili kamu….ahh…keluar riiinn…Akkkhh…aaahhkkk”, benar sekali. Spermaku muncrat dengan energi penuh. Adikku merangkulku. Karpet itu jadi saksi bahwa keperawanan adikku aku renggut.
Agak lama kami berpelukan dan berguling di karpet. Sampai kemudian aku cabut punyaku. Dan melihat karpet itu bernoda. Sperma tampak sedikit keluar dari vaginanya, karena terlalu banyak yang keluar tadi.
Malam itu aku membopong adikku ke kamarnya. Ia menangis. Tentu saja ia kaget dengan yang kulakukan barusan, bahkan ia kuperkosa. “Maafkan kakak ya”, kataku. “Kalau kau mau marah, kakak ada di sini”
Percuma Arin marah, kakak sudah memerawaniku”, katanya. “Kakak harus janji, selain ibu dan Arin, kakak nggak boleh dengan wanita lain!!”
“Baiklah kakak berjanji”, kataku. “Mulai sekarang, Arin ingin jadi istri kakak”, katanya. Setelah itu, aku berterus terang kepada ibuku tentang kejadian tadi malam. Ibuku tak marah. Ia mengerti keadaanku yang kecanduan sex.
Boleh dibilang, hubungan incest ini tak ada orang yang tahu. Bahkan ketika ibuku melahirkan anak hasil hubungan kami, demikian juga Arin. Entahla ini namanya apa. Tapi kami berjanji akan menjaga anak-anak kami sampai ia dewasa nanti.
Dan yang pasti. Hari-hariku melakukan sex dengan mereka berdua tak akan pernah usai. Dan anehnya setiap saat aku ingin sekali melakukannya dengan mereka. Ibuku yang suka dan mahir blow job, ditambah Arin yang vaginanya sempit membuatku ingin setiap hari menggaulinya.

Kau tahu kalau kalian menganggap kisah ini bualan, kalian salah. aku benar-benar melakukannya dengan ibu dan adikku. Diceritakan lagi oleh TS dari seorang yang dirahasiakan identitasnya.

Cerita Sex : Tante Dian Minta Di service


win77bet.com / bet77poker.com - Akhir pekan ini rencana mau jalan ke mall untuk beli baju atau celana panjang karena stock pakaianku habis, aku menuju ke mall setelah lama mencari cari yang aku inginkan dapat satu yang cocok kemudian aku menuju kekasir untuk membayarnya, tak kusangka ada yang meyeletuk “Mbak sekalian punya saya dihitung biar aku yang membayarnya sekalian.
Singkat aja dari kejadian itu kita kenalan, kemudian Aku diajak tante Dian makan di salah satu satu kafe di mal itu.
Setelah makan, Aku diajak Tante Dian ke rumahnya yang mewah, sesampainya di dalam rumah Aku dipersilahkan duduk. Bagas, tante mandi dulu ya…. silahkan tante jawabku.
Sekitar 5 menit ada suara dari arah kamar mandi memanggilku, yang tak lain adalah Tante Dian.
Bagas, tolong kesini….. Tante mau minta tolong. Ada apa Tante? Tanyaku.
Ini Bagas, Tante tolong dilulurin… sambil memberikan lulur scrub kepadaku.
Pertama kululurin bagian punggungnya dan sambil kupijit.
ehhmmm ….. enak sekali Bagas pijatanmu, kemudian Tante Dian membalikkan badannya, kemudian pemandangan yang indah ternyata muncul juga.
Kulihat buah dada Tante Dian yang putih dan montok tepat di depanku. Tanpa pikir panjang lagi, langsung kuhampiri susu Tante Dian yang putih dan montok itu dan langsung kujilati.
Ooohhh…. enaaakkk sayang. Terus kujilati sampai ke bawah dan sesampainya di lubang kenikmatan, langsung kujilati vagina Tante Dian, dan terlihat itil Tante Dian yang udah memerah.
Oouuhhh……. sayaangggku, teruskan sayang,,,,,, nikmat sekali rasanya, kata Tante Dian sambil memegangi kepalaku dan menggeliat – geliat keenakan.
Setelah itu gantian Aku yang dilahap habis oleh Tante Dian, dijilatinya seluruh tubuhku dari atas sampai bawah, baik pada bagian depan maupun belakang. Sesampainya di penisku, Tante Dian bilang”
Wow…. besar sekali sayang, pasti enak nich, untuk Tante ya. Setelah itu dipegangnya penisku, lalu dimasukkannya ke dalam mulut, lalu di kulumnya dengan semangat, selain itu dijilatinya juga anusku sampai basah.
Ouuucchhhhh….. oooohhhhhh……..ohhhhh….enaaakk tanteee…. Dan ” jrooottt… jroott…. jrrooottt, keluarlah air maniku di dalam mulut Tante Dian, dan disedotnya terus air maniku sampai habis.
Ehhmmm…. segar sekali air manimu sayang, kata Tante Dian sambil terus menyedot penisku sampai penisku tegang lagi. Para pembaca bisa membayangkan, gimana rasanya setelah keluar air mani, masih terus disedot sampai penis tegang lagi.
Ehhmmm.. pasti sungguh nikmat khan. Setelah itu, dipegang dan diarahkannya penisku ke lubang vagina Tante Dian. Ayo sayanggg…. cepat masukkan sayanggg, Tante udah nggak tahan nich….

Cerita Seks Tante Dian Minta Di Service

Langsung aja kumasukkan penisku yang udah menegang sejak tadi. Oohhhhh…. eennnaaakkkk sayaaanngg……. terussss sayaanngggg…..oohhhhh….. ooohhhhh.
Kugenjot terus penisku di dalam vagina Tante Dian, sampai Tante Dian kelonjotan. Setelah kugenjot sekitar 10 menit, Tante Dian mendesah Ooouucchhhh sssaayang.. tante mau keluar nih… terus saayaanngg.
Kugenjot terus dan diimbangi dengan goyangan pinggul Tante Dian yang membuat Aku pingin keluar juga.
Dan ” Jrrooottt….. jroottt… jroottt….. Ternyata Tante Dian udah keluar, dan kurasakan banjir di dalam vagina Tante Dian, sekarang vagina Tante Dian semakin basah dan licin. Genjotanku semakin kupercepat dan Tante Dian juga mempercepat goyangannya.
Terus sayang….. enak sayang….. oohhhh….oohhhhh…ooohhhhh… dan jrroootttt….jrroottt… jrrootttt kita berdua keluar bersamaan.
Ohhhh…. nikmat sekali sayang, kamu benar – benar hebat sayang, kata Tante Dian, dan Tante juga hebat jawabku, lalu kita berdua tertidur pulas sampai pagi dengan posisi penisku masih di dalam vagina Tante Dian.
Lalu pagi harinya kita berdua bangun dan langsung mandi bersama. Setelah itu kita pergi ke mal, sesampainya di mal kita makan lalu diteruskan shopping. Kegiatan seperti ini berlangsung terus sampai satu minggu lamanya.
Selama satu minggu itu juga, segala kebutuhanku ditanggung oleh Tante Dian. Setelah 1 minggu bersama, kita berdua harus pisah karena Tante Dian harus mengurusi bisnisnya yang ada di london. Makasih Tante Dian, atas kasih sayang dan perhatianmu selama satu minggu itu.